17 Jan 2020
Hujan deras yang melanda sejak 31 Desember 2019 membuat banjir melanda sebagian wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Tak hanya rumah dan gedung-gedung, mobil dan motor pun ikut terendam. Sebagai gambaran, saat banjir melanda, adanya kendaraan mogok di tengah jalan bisa jadi menjadi pemandangan yang lumrah. Sebab, banyaknya ruas jalan yang sempit dan macet membuat kendaraan terjebak di genangan. Lalu, bagaimana klaim asuransinya jika terjadi kerusakan? Pada prinsipnya, kerusakan akibat banjir dan bencana alam lainnya dapat dijamin asuransi bila polisnya sudah diperluas. Kendaraan yang masih dalam masa kredit umumnya dilengkapi asuransi, namun Anda tetap harus memastikan cakupan risiko yang ditanggungnya. "Banjir dan bencana alam pada dasarnya tidak masuk dalam jaminan asuransi, tapi bisa di-cover jika ada perluasan jaminan," kata President Communication, Event, & Service Management Asuransi salah satu perusahaan terkemuka, Laurentius Iwan Pranoto, Kamis (2/1). Maka, cermati seluruh polis asuransi kendaraan agar bila sewaktu-waktu terkena banjir, Anda mendapatkan perlindungan. Sebab, tanpa pertanggungan yang memadai, biaya perbaikan mobil akibat banjir bisa menguras isi kantong. Berikut hal-hal yang perlu Anda perhatikan: Baca kembali isi polis asuransi mobil Anda. Perhatikan poin mengenai pertanggungan kerusakan mobil akibat banjir. Poin ini umumnya disebut “perluasan”. Bila ternyata polis asuransi kendaraan Anda tidak mencakup perluasan akibat bencana banjir, segera hubungi pihak asuransi terkait untuk meminta menambahkan poin tersebut. Anda akan dikenai biaya tambahan jika menambahkan perluasan banjir pada polis asuransi mobil Anda. Bagaimana jika polis asuransi sudah mencakup perluasan risiko akibat banjir? Meski kendaraan telah dilengkapi asuransi yang menjamin kerusakan akibat banjir, bukan berarti Anda dapat dengan sengaja menerobos genangan air. Sebisa mungkin, Anda tetap harus menghindari genangan air, sebab klaim asuransi kendaraan dapat gugur karena kesengajaan atau memaksa menerobos banjir. Cara Klaim Asuransi Banjir Berikut prosedur standar yang harus dilakukan untuk pengajuan klaim asuransi mobil saat terkena banjir: Hubungi call centre/kantor perwakilan asuransi. Informasikan dengan jelas kejadian, posisi kendaraan dan kondisi genangan air atau banjir yang terjadi. Segera putuskan aliran listrik di mobil, termasuk aki. Jangan berusaha menghidupkan mesin mobil bila kondisi mobil telah mulai terendam air. Ada baiknya Anda segera meminta bantuan evakuasi untuk menghindari kerusakan mesin. Siapkan dokumen yang dibutuhkan, seperti nomor polis asuransi mobil atau bila ada fotokopi sekaligus dokumen tersebut. Hal ini akan mempermudah proses klaim. Umumnya proses pelaporan klaim ini harus sudah dilakukan maksimal 72 jam setelah kejadian. Namun aturan ini bersifat fleksibel dan tergantung pada kebijakan perusahaan asuransi. Pastikan Anda tidak menunda-nunda pengajuan klaim asuransi mobil Anda saat terjadi banjir. Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe memperkirakan, risiko banjir di Jabodetabek sudah diantisipasi. Sebab, bencana banjir yang terjadi awal tahun ini berpotensi meningkatkan klaim asuransi umum, khususnya bagi asuransi kendaraan dan properti. Meskipun bencana yang melanda cukup besar, menurut Dody, hal tersebut tidak akan secara signifikan memengaruhi manajemen risiko industri asuransi umum. Berdasarkan data AAUI per kuartal III/2019, lini asuransi properti mencakup 26% pangsa pasar asuransi umum dan lini kendaraan mencapai 24%. Saat ini, manajemen risiko dari industri relatif masih terkontrol. "Memang potensi klaim akibat risiko banjir diprediksi akan naik, tapi pasti ada back up reasuransi untuk risiko katastropik," ujarnya. Lebih jauh, Dody mengimbau agar perusahaan-perusahaan asuransi dapat mengoptimalkan layanan terhadap pengajuan klaim nasabah. Layanan yang baik menjadi kunci mempertahankan kinerja positif industri ini. Sumber : katadata.co.id/berita/2020/01/02/penjelasan-dan-tips-klaim-asuransi-mobil-akibat-banjir
Lebih LanjutPeristiwa banjir yang melanda Jabodetak di awal 2020 diprediksi Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) dapat mendorong permintaan asuransi untuk perlindungan dari bencana banjir akan meningkat. Direktur Eksekutif AAUI Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe menjelaskan dari pengalaman sebelumnya, kejadian bencana yang memberikan dampak besar akan mendorong masyarakat untuk ikut asuransi. "Misalnya setelah kejadian gempa di Padang dan Jogja itu menunjukkan ada peningkatan untuk asuransi gempa, sama seperti di Lombok dan Palu," ujarnya kepada Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI), Minggu (5/1). Dengan peristiwa banjir di ibu kota pada momen pergantian tahun ini, permintaan untuk asuransi banjir diyakini ikut meningkat. Namun menurut Dody, kenaikan jumlah pendaftar asuransi ini sebagian besar dari kalangan residensial atau masyarakat umum, bukan dari industri. Karena pihaknya menilai kalangan industri sudah pasti mendaftarkan usahanya ke asuransi, minimal untuk properti dan kendaraan bermotor operasional bisnis tersebut. Untuk industri, secara umum mendaftarkan asuransi perlindungan properti, kendaraan bermotor, kecelakaan kerja karyawan, gangguan usaha, tanggung gugat, dan kesehatan karyawan. Sementara itu untuk asuransi bencana, pelaku bisnis akan melihat profil risiko dimana dia beroperasi, apakah ada risiko gempa, banjir, longsor, gunung meletus, dan bencana lainnya. "Menurut kami seharusnya begitu, industri di Jabodetabek yang punya risiko bencana banjir, sudah pasti mengambil asuransi banjir itu," ujarnya. Kemudian terkait dengan nilai premi asuransi yang dibayarkan, Dody menyebut biaya asuransi standar dengan perluasan risiko bencana jelas berbeda. Sebab untuk polis asuransi standar misalnya asuransi properti dan asuransi kendaraan bermotor, tidak menjamin risiko bencana alam, termasuk banjir. Sumber : ekbis.harianjogja.com/read/2020/01/06/502/1028641/bencana-banjir-bikin-kesadaran-asuransi-meningkat
Lebih LanjutAsosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) prediksi tingkat rasio kredit macet atau non performing financing (NPF) tahun ini mencapai 4%. Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas AFPI Tumbur Pardede mengatakan, angka tersebut terlihat dari NPF fintech yang terdaftar dan berizin di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Per November 2019 sebesar 3,51%. Angkat tersebut merupakan pencapaian terbesar di 2019. Tumbur juga menilai naik turun NPF merupakan hal yang wajar bahwa fintech lending aktif masuk membiayai sektor sektor UMKM yang unbankable dan underserved dengan durasi jangka pendek. "NPF tinggi karena semakin banyak perusahaan fintech yang terdaftar di OJK, ekspansi bisnis fintech ke berbagai daerah, dibanding dengan bank terlihat pembiayaan di fintech ini berisiko sekali karena banyak borrower yang memasulkan data," kata Tumbur Minggu (5/1). Sementara itu, total jumlah penyelenggara fintech terdaftar di OJK saat ini sebanyak 164 perusahaan. Dari jumlah tersebut, 25 perusahaan di antaranya telah dapatkan lisensi izin usaha. Adapun penyelenggara fintech yang baru terdaftar di OJK menggunakan mesin algoritma activist intelligence yang bagaimana berdasarkan dengan analis big data dan machine learning belum secanggih yang sudah lama terdaftar di OJK. "Apabila perusahaan fintech masuk ke dalam daerah atau provinsi yang tingkat penetrasinya masih rendah, artinya belum dapat terkumpul ke sebuah big data untuk bisa diolah di mesin tersebut," kata Tumbur. Masyarakat juga belum teredukasi dalam pinjaman menggunakan teknologi seperti fintech lending. Selain itu, masyarakat belum teredukasi untuk membayar tepat waktu karena sudah terbiasa dengan adanya jaminan. Oleh karena itu semakin meluasnya penyelenggara fintech untuk ekspansi ke beberapa meskipun itu akan mempengaruhi tingkat NPF. Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi mengatakan, dalam waktu 3 tahun fintech bisa menunjukkan kemampuannya, termasuk mendukung ekosistemnya. "Tahun ini kita wajibkan penggunaan dokumen elektronik, penggunaan credit scoring, penggunaan asuransi, dan penggunaan desk collection," kata Hendrikus. Menurut Hendrikus, untuk tagihan lebih dari 90 hari itu dilakukan penagihan oleh 6 desk collection di AFPI. Tidak sulit bagi OJK mulai melakukan pelaporan bahwa siapa pihak yang tidak bertanggungjawab saat dilakukan penagihan. "Perkembangan kami yang semakin maju sejalan dengan pengembangan fintech data center, melampaui penggunaan digital signature. Sehingga diharapkan nanti sulit bagi para borrower untuk melakukan pemalsuan data seperti KTP," kata dia. Jadi benar lokasinya, identifikasinya, ini yang dikatakan untuk memitigasi resiko fraud," tegasnya. Sumber : keuangan.kontan.co.id/news/tahun-ini-npf-fintech-diprediksikan-sentuh-4-kenapa?
Lebih LanjutFrequently Asked Question
Pengaduan Konsumen