19 Aug 2020
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan atau OJK Wimboh Santoso mengatakan tren pertumbuhan premi asuransi melambat di kuartal II 2020. "Pertumbuhan premi asuransi juga terlihat terkontraksi," kata Wimboh dalam Perkembangan Kebijakan dan Kondisi Terkini Sektor Jasa Keuanga. Menururnya, pertumbuhan premi asuransi jiwa terkontraksi sebesar 10 persen. Sedangkan premi asuransi umum dan reasuransi terkontaksi sebesar 2,3 persen. Penurunan pertumbuhan premi asuransi itu, kata dia, disebabkan oleh pandemi Covid-19. Kendati begitu, Wimboh mengatakan di kuartal II 2020 pertambahan premi asuransi mulai menunjukkan meningkat. Hal tersebut terlihat dari premi asuransi jiwa yang tumbuh 13,07 persen dibandingkan kuartal I 2020. Premi asuransi umum dan reasuransi yang tumbuh 7,93 persen pada kuartal II 2020. "Kami sadar penurunan ini sementara dan harapan kita setelah ekonomi tumbuh otomatis perusahaan asuransi lebih banyak lagi meng-handle polis-polis baru," kata dia. Sedangkan rasio investasi atau aset asuransi dan dana pensiun, kata Wimboh, relatif stabil di kuartal II 2020 ini. Tercatat bahwa rasio investasi atau aset asuransi stabil di angka 84,8 persen dan 96,5 persen rasio invetasi atau aset dana pensiun. Sumber : https://bisnis.tempo.co/read/1372440/tren-pertumbuhan-premi-asuransi-melambat-pada-kuartal-ii-2020
Lebih LanjutMemiliki kendaraan pribadi bisa jadi impian semua orang. Dengan memiliki mobil pribadi, sejumlah manfaat dan kemudahan yang tidak dimiliki transportasi umum didapatkan. Bila belum mempunyai uang cukup untuk membeli mobil secara tunai, saat ini banyak pilihan dan cara memiliki mobil idaman Anda, seperti over kredit. Over kredit bisa diartikan pembeli akan mengambil alih sisa utang atau kredit dari pihak penjual, sehingga pihak penjual tidak memiliki kewajiban lagi untuk membayar cicilan mobilnya, karena sudah dialihkan ke pihak pembeli. Dengan kata lain, pihak pembeli meneruskan pembayaran cicilan mobil si penjual. Nah, yang harus diperhatikan saat membeli mobil dengan over kredit adalah saat mobil dipindahtangankan dari pemilik sebelumnya ke tangan Anda, sebaiknya agar lebih aman, Anda segera melapor ke pihak leasing dahulu, lalu lapor ke pihak asuransi yang mengikat kredit mobil tersebut untuk menginfokan ada perubahan kepemilikan pada mobil tersebut. Mengapa harus melapor ke pihak asuransi juga? Karena jika tidak melapor ke pihak asuransi dan sewaktu-waktu terjadi kecelakaan, mau tak mau pembeli kedua lah yang harus menanggung semua biaya risiko yang terjadi. Dan pihak asuransi tidak dapat membantu segala bentuk kerugian pada mobil, karena asuransi mobil tersebut masih atas nama pemilik pertama. Maka terjadilah apa yang disebut risiko klaim ditolak asuransi. Hal ini dipaparkan secara jelas dalam Polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia (PSAKBI), Bab IV pasal 10 yang berbunyi: “Apabila Kendaraan Bermotor dan/atau kepentingan yang dipertanggungjawabkan beralih kepemilikannya dengan cara apa pun, Polis ini berakhir dengan sendirinya setelah 10 (sepuluh) hari kalender sejak tanggal pengalihan kepemilikan tersebut, kecuali apabila Penanggung memberikan persetujuan secara tertulis untuk melanjutkan pertanggungan”. Hindari Klaim Ditolak Asuransi Jadi, bila ingin melakukan over kredit mobil, jangan lupa untuk melaporkan ke pihak asuransi mobil yang dipindahtangankan, setelah melapor ke pihak leasing. Tak sedikit kasus orang-orang beranggapan bahwa tidak perlu melapor ke pihak asuransi sesudah membeli mobil over kredit. "Mengapa sangat penting untuk segera lapor, hal ini membuat Anda sebagai pemilik kedua akan terhindar dari risiko tertolaknya klaim dari pihak asuransi jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan,".[sya] Sumber : merdeka.com/otomotif/hindari-klaim-mobil-over-kredit-ditolak-asuransi-lakukan-langkah-ini
Lebih LanjutPenerapan teknologi digitaldi asuransi lebih jauh diharapkan dapat mendorong penetrasi asuransi di Indonesia yang masih relatif rendah. Melalui produk-produk asuransi yang lebih simpel, dan klaim yang bisa dilakukan secara digital, diharapkan dapat menepis kesan bahwa asuransi rumit dan sulit diklaim. Digitalisasi di asuransi kini diwarnai oleh makin maraknya kehadiran insurance technology (insurtech) yang fokus menawarkan produk dan layanan asuransi yang bisa diakses dengan platform digital. Insurtech umumnya dikenal seperti pemasaran asuransi melalui platform digital. Karena kemudahannya itulah, jalur distribusi ini dirasa sangat tepat untuk mendorong penetrasi asuransi. Keuntungan lainnya adalah insurtech dapat meminimalkan biaya asuransi sehingga lebih efisien. Pemasaran asuransi secara digital juga lebih efektif dalam proses bisnis asuransi. Deputi Komisioner Pengawasan IKNB II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Moch. Ihsanudin mengatakan, literasi asuransi pertumbuhannya masih lambat, serta densitas dan penetrasi juga masih rendah. Untuk IKNB, tambahnya, yang tumbuh cukup pesat adalah pegadaian dan tekfin. Ihsanudin juga mengatakan, di tengah kondisi ekonomi yang saat ini mengalami kontraksi memang agak sulit untuk memasarkan asuransi. “Selama ekonomi belum membaik, atau income masyarakat belum pulih, dan industri asuransi belum sehat, tidak mudah memasarkan asuransi. Apalagi dengan model bukan face to face,” ujarnya di Jakarta. Kendati demikian, Ihsanudin berpendapat bahwa persentase densitas dan penetrasi asuransi yang kecil ini bukanlah hal yang mengerikan. Hal ini justru bisa menjadi peluang bagi insurtech untuk mendukung asuransi menjangkau masyarakat lebih mendalam, terlebih dengan jumlah penggunaan ponsel dan internet aktif yang mencapai 338 juta. Senada, pengamat perbankan dan asuransi, Eko B. Supriyanto, mengatakan, insurtech untuk saat ini baru sebatas potensi, namun memiliki potensi yang sangat besar. “Asuransi akan baik kalau ekonominya baik, namun ekonomi sendiri saat ini masih terkontraksi," jelas Eko. Menurut dia, asuransi saat ini masih dibayangi risiko reputasi akibat gagal bayar yang terjadi di beberapa asuransi. Karena itu, harapannya OJK dapat mengatur lebih prudent industri asuransi ini dengan pendekatan risiko. “Saya berharap OJK sudah mulai membuat beberapa aturan, bukan mengetatkan tetapi memang asuransi harus diatur lebih ketat dan lebih jelas. Karena asuransi juga menjaring dana masyarakat,”imbuhnya. Sumber : ekbis.sindonews.com/read/118876/178/selama-ekonomi-tak-membaik-penerapan-insurtech-di-asuransi-bisa-sia-sia-1596157633
Lebih LanjutDeputi Komisioner Pengawasan IKNB II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Moch. Ihsanudin menyebutkan, pemanfaatan teknologi digital dapat membantu mengembangkan industri asuransi yang sedang tertekan. Ia menyatakan, penerapan teknologi digital mendukung prinsip kemudahan dan kecepatan, sehingga dapat mendorong penetrasi asuransi di Indonesia yang masih relatif rendah. “Produk-produk asuransi menjadi lebih simple dan klaim secara digital dapat menepis kesan asuransi rumit dan sulit diklaim,” katanya dalam InfobankTalkNews Media Discussion bertema “Peluang dan Tantangan Asuransi di Era Digital” di Jakarta. Lebih lanjut, Ihsan menyebutkan, terdapat dua manfaat teknologi dalam bidang asuransi. Yakni pertama, pada jalur distribusi untuk sistem pemasaran, agar lebih cepat, mudah, dan efisien kepada calon nasabah atau pemegang polis. Kedua, insurance dari business process model. Penggunaan teknologi ini, kata dia, membantu proses mulai dari product development, pricing, underwriting, sampai claim management. Namun selain keuntungan, menurut Ihsan, di sisi lain terdapat pula tantangan dalam mengembangkan teknologi asuransi atau insurance technology (insurtech), yakni mempersiapkan kehandalan dari teknologi karena mampu berpotensi menimbulkan risiko cukup besar. “Tantangannya terkait dengan risiko, yaitu kalau teknologinya itu tidak handal, maka pembocoran data pribadi atau penjualan data pribadi ini bisa terjadi,” tegasnya. Ia menekankan hal tersebut karena terkadang banyak perusahaan yang belum memiliki teknologi maju dan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas justru nekat sehingga menyebabkan terjadinya risiko. “Mereka latah ingin mengikuti perusahaan yang teknologinya sudah maju dan SDM yang sudah hebat bisa mengoperasikan itu. Ini ikut-ikutan,” ujarnya. Diakuinya, literasi asuransi pertumbuhannya masih lambat. Densitas dan penetrasi juga masih rendah. Untuk IKNB yang tumbuh cukup pesat adalah pegadaian dan fintech. Berdasarkan data OJK, hingga Mei 2020, pendapatan premi bruto asuransi sosial Rp64,01 triliun. Jumlah tersebut turun alias minus 12,54% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (yoy). Investasi asuransi juga minus 8,12% (yoy) menjadi Rp426,24 truliun dan aset minus 5,52% (yoy) menjadi Rp531,14 triliun. Namun demikian, jumlah asset asuransi hingga Mei 2020 mencapai Rp1.313 triliun, atau tumbuh 1,43% (yoy). Pangsanya mencapai 53,02% dari total aset IKNB yang mencapai Rp2.476 triliun. “Selama ekonomi belum membaik, atau income masyarakat belum pulih dan industri asuransi belum sehat, tidak mudah memasarkan asuransi. Apalagi dengan model bukan face to face,” katanya. Ihsan mengaku pihak OJK kini sedang melakukan pengkajian dan komparasi terhadap berbagai negara yang telah berhasil mengembangkan insurtech dalam rangka menyusun regulasi. “Nah apakah perlu diatur atau tidak ini yang akan kita diskusikan dengan stakeholders dan pelaku dengan membandingkan regulasi-regulasi di negara lain,” katanya. Sementara itu, Chairman Infobank Institute Eko B. Supriyanto menuturkan bahwa insurtech untuk saat ini baru sebatas potensi karena dibayangi risiko reputasi akibat gagal bayar di beberapa perusahaan asuransi. Oleh sebab itu, Eko berharap OJK dapat mengatur lebih prudent insurtech dengan pendekatan riskiko, sehingga bayang-bayang risiko seperti gagal bayar dapat dihilangkan dan industri asuransi mampu berkembang. “Saya berharap OJK mulai membuat beberapa aturan, bukan mengetatkan, tetapi memang asuransi harus diatur lebih ketat dan lebih jelas. Karena asuransi juga menjaring dana masyarakat,” tegasnya. Sementara dari sisi pelaku industri, Director & Chief of Partnership Distribution Officer salah satu perusahaan asuransi yang ada di Indonesia Bianto Surodjo menjelaskan bahwa bisnis digital diakui mampu membantu asuransi untuk menjangkau masyarakat lebih luas. “Di asuransi umum sudah berjalan, yaitu menempelkan asuransi perjalanan ke platform perjalanan. Kami sudah menerapkan ini bersama salah satu ecomere yang ada” katanya. (Fitriana Monica Sari) Sumber : validnews.id/Keuntungan-dan-Tantangan-Asuransi-Berbasis-Teknologi-ssp
Lebih LanjutPetani yang telah mengikuti asuransi pertanian bisa mengajukan klaim jika terjadi sesuatu pada lahan pertaniannya. Hal itu seperti petani di Desa Suak Ribee, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat yang lahan sawahnya seluas 15 hektar (ha) terancam gagal panen akibat banjir rob. Pementerian Pertanian ( Kementan) pun mengimbau petani yang sudah ikut asuransi pertanian untuk segera mengurus klaim. “Petani yang telah mengikuti asuransi harus segera mengurus klaim agar bisa kembali mempersiapkan tanam padi,” kata Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dalam keterangan tertulis. Ia melanjutkan, asuransi itu akan memberi ketenangan bagi petani karena mereka tak perlu khawatir akan ancaman, seperti banjir, kekeringan, dan serangan hama. Hal senada juga disampaikan Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy. Menurut dia, petani akan mendapat ganti atau klaim dari perusahaan asuransi, sehingga ada jaminan terhadap keberlangsungan usaha tani dan tidak terjadi gagal bayar terhadap kreditnya. “Agar tidak memberatkan petani, asuransi pertanian disinergikan dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR),” ujar Sarwo Edhy. Setiap petani yang mendapat pembiayaan KUR, sambung dia, harus mendaftar asuransi pertanian, khususnya untuk Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) dan Asuransi Usaha Ternak Sapi/Kerbau (AUTS/K). “Untuk AUTP, premi yang harus dibayarkan sebesar Rp 180.000 per ha per masa tanam. Nilai pertanggungan sebesar Rp 6 juta per ha per masa tanam,” ujar Dirjen PSP Kementan. Ia melanjutkan, premi pada AUTS/K sebesar Rp 200.000 per ekor per tahun. Nilai pertanggungan adalah, ternak mati Rp 10 juta per ekor, ternak potong paksa Rp 5 juta per ekor, dan kehilangan Rp 7 juta per ekor. Sumber : money.kompas.com/read/2020/07/17/201500526/berkat-asuransi-pertanian-petani-di-aceh-yang-kena-banjir-rob-bisa-ajukan
Lebih LanjutAsosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menyatakan perusahaan asuransi umum harus mulai melakukan evaluasi kinerja asuransi kredit seiring terganggunya kinerja penyaluran pinjaman akibat pandemi virus corona. Direktur Eksekutif AAUI Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe menjelaskan bahwa perlambatan kinerja asuransi kredit dapat terus terjadi sebagai dampak dari pandemi Covid-19. Kondisi perekonomian yang terganggu menyebabkan aktivitas kredit pun kerap menemui kendala. Penurunan daya beli masyarakat dinilai berpotensi menghambat kemampuan membayar kredit. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan pembiayaan ataupun perbankan, alhasil turut berimbas terhadap kinerja asuransi kredit. Menurut Dody, AAUI telah mengingatkan anggota-anggotanya untuk mulai melakukan evaluasi kinerja asuransi kredit dan menyiapkan strategi untuk menjaga kinerja perusahaan secara keseluruhan. Meskipun secara industri porsinya bukan yang paling besar, lini bisnis asuransi kredit dinilai berpotensi untuk berkembang sehingga perlu dijaga. "AAUI menyampaikan agar perusahaan-perusahaan asuransi mulai melakukan evaluasi, mengingat karakteristik debitur yang membayar cicilan kredit dari sumber pendapatan atau gaji, maupun hasil usahanya, di mana dalam masa pandemi Covid-19 ini punya potensi penurunan income," ujar Dody. Dia menjelaskan bahwa perusahaan-perusahaan penerbit asuransi kredit perlu memperketat kembali analisa underwriting. Pergerakan tingkat kredit macet (non performing financing/NPF) perlu diperhatikan dengan cermat. Selain itu, menurut Dody, perusahaan asuransi perlu melakukan koordinasi dengan lembaga pembiayaan terkait persyaratan kelayakan debitur dalam pemberian kredit. Hal tersebut bertujuan agar kualitas pembiayaan tetap terjaga sehingga tidak akan menimbulkan beban. Penurunan kinerja asuransi kredit mulai terlihat pada kuartal pertama tahun ini. Premi lini bisnis itu tercatat senilai Rp2,7 triliun atau turun 15,5 persen (year-on-year/yoy) dari perolehan pada kuartal I/2019 senilai Rp3,19 triliun. Sebaliknya, klaim yang dibayarkan pada kuartal pertama tahun ini senilai Rp1,68 triliun justru naik 6,7 persen (yoy) dari posisi kuartal I/2019 seniai Rp1,57 triliun. Kenaikan klaim itu dinilai sejalan dengan naiknya NPF industri pembiayaan. AAUI menilai bahwa kinerja kuartal pertama tahun ini memang belum terpengaruh seluruhnya oleh pandemi Covid-19 yang tercatat melanda Indonesia pada Maret 2020. Oleh karena itu, penyebaran virus yang terus terjadi perlu diantisipasi dampaknya oleh perusahaan asuransi. Sumber:finansial.bisnis.com/read/20200719/215/1268154/aaui-minta-industri-evaluasi-kinerja-asuransi-kredit-di-masa-pandemi
Lebih LanjutFrequently Asked Question
Pengaduan Konsumen